Welcome to My Blog ^^ Welcome to My Blog ^^ Welcome to My Blog ^^

Selasa, 30 Juli 2013

Benarkah Motivasi Tidak Penting?




Motivasi
adalah kekuatan tak terlihat yang menyebabkan kita melakukan suatu tindakan.
Setiap tindakan yang kita lakukan pasti ada alasannya, dan alasan tersebut
diringkas menjadi motivasi. Motivasi sendiri berasal dari dua kata, yaitu motif
dan aksi. Motif adalah alasan sedangkan aksi adalah tindakan. Motivasi berarti
tindakan yang disebabkan oleh adanya suatu alasan. Saya juga membahas ini di

Minggu, 28 Juli 2013

Filosofi Sukses - Air Yang Mengalir




Apakah
Anda sedang putus asa karena tidak mendapatkan apa yang diharapkan? Apakah Anda
saat ini sedang berpikir untuk berhenti saja dan menyerah? Jangan patah
semangat.



Banyak
orang lebih suka memilih jalah singkat dan mudah ketika tidak berhasil
mendapatkan apa yang diinginkan, yaitu menyerah dan mundur. Mencoba sekali lagi
terasa sangat berat dijalani. Menyerah lebih mudah dilakukan

Rabu, 24 Juli 2013

5 Tips Bahagia Tanpa Mengubah Apa pun




Tidak
peduli siapa diri Anda, di mana Anda berada atau apa yang Anda miliki atau
tidak miliki, Anda bisa bahagia saat ini juga tanpa perlu mengubah
situasi apa pun dalam hidup ini.


Ini
di karenakan bahagia tak ada hubungannya dengan kondisi luar dan syarat apa
pun. Orang yang berbahagia bisa bahagia tidak peduli seperti apa
hidupnya saat ini.



Ada 5 tips yang bisa Anda ambil untuk menjadi

Senin, 22 Juli 2013

5 Perbedaan Orang optimis Dan Pesimis




Orang
optimis mampu memaksimalkan potensi, sedangkan orang pesimis menguburkan
potensi karena belum apa-apa udah pesimis duluan. Istilahnya merasa kalah
sebelum berperang. Lihat 5 perbedaan antara orang-orang pesimis dengan mereka
yang optimis. Apakah Anda salah satunya?



1. Orang optimis memiliki
kendali atas hidupnya



Orang
optimis percaya mereka bisa menciptakan masa depannya sendiri.

Jumat, 19 Juli 2013

Ingin Disiplin? Ikuti 6 langkah Ini




Salah
satu hambatan terbesar yang dihadapi orang dalam bertindak adalah kurangnya
disiplin. Ini mungkin terjadi pada Anda. Anda punya banyak impian atau target
yang ingin diraih, tapi kurang disiplin untuk meraihnya. Anda hanya semangat
dan panas di awal, istilahnya panas-panas tahi gajah. Tapi lama-lama Anda jadi
dingin dan melupakan apa yang ingin diraih.



Ketika
Anda jadi dingin, Anda pun

Senin, 15 Juli 2013

Sindrom Rumput Tetangga Lebih Hijau




Pernah
dengar ungkapan �Rumput tetangga lebih hijau�? pasti sebagian besar pernah
mendengarnya. Ungkapan ini adalah kiasan yang berarti orang lain memiliki
sesuatu yang lebih baik dari Anda. Rumput Anda memang hijau, tapi Anda sendiri
merasa bahwa rumput orang lain lebih hijau dari yang Anda punyai.



Istilah
rumput tetangga lebih hijau datang dari sikap membandingkan apa yang kita
punyai

Sabtu, 13 Juli 2013

Lakukan Sekarang Atau Tidak Sama Sekali




�Just
Do it Now� mungkin adalah slogan yang sangat mudah dipahami, tetapi tidak mudah
untuk dilakukan. Malah, slogan ini membuat banyak orang merasa takut. Jika Anda
ingin sukses dalam hal apa pun, Anda harus mengambil tindakan untuk meraihnya.



Tindakan
adalah hal yang paling penting untuk mendapatkan kesuksesan. Tindakan adalah
jembatan yang menghubungkan impian dan kenyataan. Sayangnya,

Jumat, 12 Juli 2013

Pengantin Bidadari, Kisah Cinta Seorang Syuhada

kisah, kisah islami, kisah cinta, inspirasi cinta, islamic motivation

Pada masa Rasulullah, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulebid. Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat.

Dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul yaitu menikah. Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.

Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.

�Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu�, nasihat mereka.

Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi.

Sambil tersenyum beliau berkata:
�Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?�

�Seandainya itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun.

�Katakanlah aku yang mengutusmu�, sahut Baginda Nabi.
�Baiklah ya Rasul�, dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.

Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan
�Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?� Tanya Fulan.

�Rasulullah saw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A.� Jawab Zulebid sedikit gugup.

�Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku.�

Fulan menemui putrinya dan bertanya, �bagaimana pendapatmu wahai putriku?�

Jawab putrinya, �Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya.�

Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata,� duhai Anda yang di wajahnya terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?�

Jawab istrinya, � Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para pengantin.�

Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang.

Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.

�Duhai istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhoanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang. Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini.�

Istrinya menyahut, �Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu�

Zulebid lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa orang musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhi�ketika sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di dadanya. Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang berseliweran di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tak beraturan, pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari tangannya.

Sambil bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu dekat. Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Teringat akan masa kecilnya bersama-sama saudaranya. Berlari-larian bersama teman sepermainannya.

Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan dikaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum menghiasinya � Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.

Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah bersandar di tumpukan mayat musuh.

Akhirnya dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.

Tanpa dimandikan �
Tanpa dikafankan �

Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid.

Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut.
Para sahabat terdiam membisu.

Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang di dari pelupuk mata beliau
Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum.

Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan shahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau.

Akhirnya keadaan kembali seperti semula ..
Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah.
�Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?�

Jawab Rasul, �Aku menangis karena mengingat Zulebid. Oo ..
-Zulebid, pagi tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia.Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin.�

�Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?� Tanya sahabat lagi.

� Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput Zulebid,� Jawab Rasulullah.

�Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?� Tanya mereka lagi.

�Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya.�

Di rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali. Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi, Pencipta segala Maha Karya.

Malam menjelang �
Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan dan nyata ..

Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan .. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula ..

Terdengar Zulebid berkata, �Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini pabila aku menyebut namamu akan menggumamkan cemburu padamu�. Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku.�

Istri Zulebid, terdiam.
Matanya basah �
Ada sesuatu yang menggenang disana ..

Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi ..
Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir ..
Ia menggerakkan bibirnya ..
�Suamiku, aku mencintaimu �
Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita ..
Aku ikhlas �..�

Dan,..
Akan kemanakah kumbang terbang ..
Pada siapa rindu mendendam ..
Kekasih yang terkasih ..
Pencinta dan yang dicinta ..
Semua berurai air mata ..
Sedih, ataukah bahagia �..?

Wallahu a'lam bishshawab......

Kamis, 11 Juli 2013

Kisah Ashabul Kahfi: Keagungan Allah Atas Hambanya yang Beriman

amazing story, kisah, kisah mengagumkan, kisah zaman dahulu, kisah islami
Dalam surat Al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khaidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.

Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.

Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-�Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).

Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya. Penulis kitab Fadha�ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:

�(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo�a: �Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)� (QS al-Kahfi:10)

Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:

Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: �Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.�

�Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,� sahut Khalifah Umar.
�Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?� Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. �Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?�

Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: �Bagi Umar, jika ia menjawab �tidak tahu� atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!�
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: �Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!�

Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: �Kalian tunggu sebentar!�

Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: �Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!�

Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: �Mengapa?�
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: �Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!�

Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: �Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!�

Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: �Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!�

�Ya baik!� jawab mereka.
�Sekarang tanyakanlah satu demi satu,� kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: �Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?�
�Induk kunci itu,� jawab Ali bin Abi Thalib, �ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!�
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: �Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?�
Ali bin Abi Thalib menjawab: �Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!�

Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: �Orang itu benar juga!� Mereka bertanya lebih lanjut: �Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!�
�Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,� jawab Ali bin Abi Thalib. �Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!�

Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: �Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!�

Ali bin Abi Thalib menjawab: �Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: �Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!�

Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: �Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!�

Ali bin Abi Thalib menjawab: �Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).�

Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: �Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!�
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: �Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.�

�Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,� sahut Imam Ali.

�Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?� Tanya pendeta tadi.

Ali bin Ali Thalib menjawab: �Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.�

Pendeta Yahudi itu menyahut: �Aku sudah banyak mendengar tentang Qur�an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!�

Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: �Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki).

Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.�

Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: �Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!�

Ali bin Abi Thalib menerangkan: �Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi.

Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.�

Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: �Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?�

�Hai saudara Yahudi,� kata Imam Ali menerangkan, �mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam.
Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja.

Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.�

Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: �Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!�

Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: �Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.

Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni.

Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.

Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.

Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai �tuhan� dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.

Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.

Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala.

Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan �seorang cerdas yang bernama Tamlikha� memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: �Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.�

Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: �Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?�

�Teman-teman,� sahut Tamlikha, �hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.�

Teman-temannya mengejar: �Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?�

�Sudah lama aku memikirkan soal langit,� ujar Tamlikha menjelaskan.�

Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: �siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah?

Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu?

Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?� Kemudian kupikirkan juga bumi ini: �Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala?

Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?� Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: �Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius���

Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: �Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!�

�Saudara-saudara,� jawab Tamlikha, �baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!�

�Kami setuju dengan pendapatmu,� sahut teman-temannya.

Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.

Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: �Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar.�

Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.

Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: �Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?�

�Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,� sahut penggembala itu. �Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!�

�Ah�, susahnya orang ini,� jawab mereka. �Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?�

�Ya,� jawab penggembala itu.

Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: �Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.�

Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.�

Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: �Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?�

�Hai saudara Yahudi,� kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, �kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir.

Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.

Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: �Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t.� Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi.

Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.�

Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: �Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!�

Imam Ali menjelaskan: �Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!�

Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua.

Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.

Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.

Kepada para pengikutnya ia berkata: �Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!�

Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: �Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.�

Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.

Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: �Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!�

Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: �Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.�

Tamlikha kemudian berkata: �Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!�

Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: �Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.�

Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: �Kusangka aku ini masih tidur!� Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: �Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?�

�Aphesus,� sahut penjual roti itu.

�Siapakah nama raja kalian?� tanya Tamlikha lagi. �Abdurrahman,� jawab penjual roti.

�Kalau yang kau katakan itu benar,� kata Tamlikha, �urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!�

Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.

Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: �Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!�

Imam Ali menerangkan: �Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!�

Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: �Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!�

�Aku tidak menemukan harta karun,� sangkal Tamlikha. �Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!�

Penjual roti itu marah. Lalu berkata: �Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?�

Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: �Bagaimana cerita tentang orang ini?�
�Dia menemukan harta karun,� jawab orang-orang yang membawanya.

Kepada Tamlikha, raja berkata: �Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.�

Tamlikha menjawab: �Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!�
Raja bertanya sambil keheran-heranan: �Engkau penduduk kota ini?�

�Ya. Benar,� sahut Tamlikha.

�Adakah orang yang kau kenal?� tanya raja lagi.

�Ya, ada,� jawab Tamlikha.

�Coba sebutkan siapa namanya,� perintah raja.

Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: �Ah�, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?�

�Ya, tuanku,� jawab Tamlikha. �Utuslah seorang menyertai aku!�

Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: �Inilah rumahku!�

Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: �Kalian ada perlu apa?�

Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: �Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!�

Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: �Siapa namamu?�
�Aku Tamlikha anak Filistin!�

Orang tua itu lalu berkata: �Coba ulangi lagi!�

Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: �Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.�

Kemudian diteruskannya dengan suara haru: �Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!�

Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: �Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?�
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.

�Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,� demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.

Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: �Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!�

Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: �Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!�

Tamlikha menukas: �Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?�
�Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,� jawab mereka.

�Tidak!� sangkal Tamlikha. �Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!�

Teman-teman Tamlikha menyahut: �Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?�

�Lantas apa yang kalian inginkan?� Tamlikha balik bertanya.

�Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,� jawab mereka.

Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: �Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!�

Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua.

Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.

Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: �Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.�

Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: �Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.�

Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:

�Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbantahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, �Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.� Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, �Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.�

Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: �Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?�

Pendeta Yahudi itu menjawab: �Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!�

************

Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha �ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.

Wallahu a'lam bishshawab.........

sumber : http://www.indonesiaindonesia.com/f/87236-kisah-ashabul-kahfi-penghuni-gua-versi/

Rabu, 10 Juli 2013

Ambillah Waktumu

kata hikmah, kata mutiara, nasehat bijak

Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan.
Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi.
Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan.
Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.
Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan.
Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati.
Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa berarti.
Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan.
Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju syurga.

Selasa, 09 Juli 2013

7 Kebiasaan Orang-orang Yang Bahagia




Ada yang mengatakan hidup ini indah. Ada pula sebagian orang
yang mengatakan hidup ini sulit dan penuh masalah. Jika Anda termasuk orang yang
bahagia, tentu akan mengatakan dunia ini indah. Bagi yang tidak bahagia, pasti
mengatakan dunia ini tak ada enaknya.



Nah,
jika Anda melihat orang-orang yang bahagia, mereka semua memiliki persamaan,
yaitu dalam hal tindakan, cara pandang, pola pikir

Sabtu, 06 Juli 2013

Dendam Hanya Akan Melukai Diri Sendiri




Suatu
ketika, seekor ular sedang berjalan-jalan di hutan. Di tengah perjalanan,
sampai di sebuah rumah yang dihuni tukang kayu. Tidak terlihat siapa pun di
tempat kerja si tukang kayu. Tapi semua peralatan tergeletak berserakan di
lantai karena tukang kayu tersebut sedang beristirahat.



Lalu
ia berkeliling sekitar tempat kerja tukang kayu. Karena tidak hati-hati badan luar
bersenggolan

Rabu, 03 Juli 2013

Mudah Menyerah? Belajarlah Dari Siput Ini


Mungkin
judul artikel ini sudah Anda baca berkali-kali. Tapi kali ini saya ingin
membagikan kepada Anda sesuatu yang berbeda dalam bentuk gambar.



Bagi
Anda yang merasa mudah menyerah dan putus asa, belajarlah dari gambar-gambar di
bawah ini.
































Siput
yang lambat dan punya banyak keterbatasan saja bisa menyeberang, meski terlihat
tidak mungkin. seharusnya kita malu